USD/IDR Masih Kuat, Rupiah Terperosok ke Level 16.600, Tunggu Data Makro AS Malam Ini
- Rupiah Indonesia belum mampu bangkit lebih jauh dan kembali terperosok semakin dalam ke 16.600 per Dolar AS.
- Indeks Dolar AS sekarang melayang di dekat 104,20-an setelah kemarin ditutup menguat di 104,31 usai rilis PMI AS.
- Beberapa data makro AS akan dicermati pada hari Selasa malam sambil menunggu data penting hari Jumat, PCE AS.
Rupiah Indonesia (IDR) semakin terperosok melawan Dolar (AS) pada perdagangan hari Selasa, siang hari di sesi Asia, melemah 66,8 poin atau sekitar 0,40%. Pasangan mata uang USD/IDR menorehkan tertinggi baru tahun ini di atas 16.600 melampaui tertinggi tahun sebelumnya di 16.482. Pada perdagangan hari Senin, pasangan mata uang ini ditutup di 16.495.
Selain tertekan oleh penguatan Dolar AS, tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump dan konflik di Timur Tengah menjadi penyebab eksternal terpuruknya Rupiah di saat menurunnya keyakinan para investor. Selain itu, di dalam negeri, munculnya kekhawatiran terhadap melebarnya defisit Anggaran pemerintah Republik Indonesia, yang salah satunya merupakan belanja besar-besaran pemerintah dalam program makan siang gratis, juga turut menekan Rupiah.
Pada hari Senin, CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Rosan Roeslani, telah mengumumkan struktur pengurus lengkap lembaga investasi tersebut. Dalam pengumuman yang disampaikan saat konferensi pers, Rosan menyebutkan beberapa nama tersohor seperti Jeffrey Sachs, Ray Dalio, dan mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra.
Rosan berharap penunjukan eksekutif profesional dapat semakin memperkuat kepercayaan pasar, dengan mengatakan bahwa "Jika nama-nama ini mendapat respons positif, hal ini dapat menjadi sinyal baik bagi perekonomian Indonesia dan mendorong penciptaan lapangan kerja."
Sebelumnya, pembentukan Danantara dan kekhawatiran terhadap peran besar negara dalam perekonomian, memicu aksi jual minggu lalu di pasar keuangan Indonesia. Beberapa analis menilai kejatuhan IHSG hingga 7% pekan lalu sebagai dampak dari sentimen tersebut, yang bahkan sempat menyebabkan dihentikannya perdagangan.
Penguatan Indeks Dolar AS (DXY) yang saat ini berada di level 104,27, didukung oleh membaiknya sentimen global karena meningkatnya harapan bahwa tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump kemungkinan tidak seketat seperti yang dikhawatirkan sebelumnya setelah adanya laporan terbaru yang mengindikasikan bahwa Trump tengah merancang agenda tarif timbal balik yang lebih terbatas dan terfokus, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 2 April.
Dolar AS menguat setelah data PMI Gabungan AS S&P Global pada bulan Maret naik ke 53,5 dari 51,6 di bulan Februari, mencatat ekspansi terkuat sejak Desember 2024. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan sektor jasa ke level tertinggi tiga bulan di 54,3, melampaui ekspektasi pasar. Sementara itu, PMI Manufaktur turun ke 49,8 dari 52,7, meski masih lebih baik dari prakiraan 51,8, setelah pertumbuhan manufaktur yang kuat pada bulan Februari.
Pada perdagangan hari Selasa ini, data Keyakinan Konsumen dari Conference Board AS, Penjualan Rumah Baru, dan Indeks Manufaktur The Fed Richmond akan dicermati. Namun, fokus para pedagang akan tetap tertuju pada Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS yang dirilis pada hari Jumat, yang berpotensi memberikan indikasi lebih lanjut mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed ke depan.